BAB I
PENDAHULUAN
Era globalisasi telah memberikan
banyak kesempatan bagi industry dalam mengembangkan pangsa pasar. Akan tetapi,
kondisi ini juga menuntut perusahaan menjadi lebih efisien dan jeli dalam
mengatur konsumennya. Tingginya informasi dan keterbukaan berdampak pada
kemampuan perusahaan untuk lebih kompetitif agar core bussines nya tetap
sustainable.
Salah satu dari usaha yang harus dilakukan adalah dengan
terus mempertahankan dan meningkatkan mutu produk yang dihasilkan, baik itu
berupa barang maupun jasa. Menurut American
Society for Quality Control (ASQC) dalam Ma’arif dan Tanjung (2003), mutu
adalah karakteristik produk dan feature
yang memenuhi kepuasan pelanggan. Salah satu tools yang digunakan umum
digunakan untuk membantu peningkatan kualitas adalah QFD (Quality Function Deployment). Secara umum, Quality Function Deployment
berfungsi untuk menentukan hal-hal yang apa yang akan memuaskan konsumen.
Aspek lainnya yang perlu mendapat
perhatian adalah menghasilkan produk yang sesuai dengan
keinginan konsumen. Pada proses menghasilkan produk tersebut, diperlukan perbaikan kualitas yang dapat
dilakukan melalui suatu pengendalian proses produksi dengan tujun untuk
mengetahui tingkat kesesuaian produk yang ada dengan standar yang telah
ditetapkan.
SPC (Statistical
Process Control) merupakan salah
alat yang mampu digunakan untuk mengendalikan proses
produksi. Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), SPC atau kendali mutu secara
statistik adalah suatu kendali proses yang menggunakan statistika dan diagram
kendali untuk menyatakan kapan harus menyesuaikan proses. Ruang lingkup SPC meliputi
pembuatan standar (batas atas dan batas bawah), mengukur sampel output
(misalnya rata-rata), mengambil tindakan korektif (jika perlu) dan dilakukan
ketika produk sedang diproduksi.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran aplikasi
QFD dan SPC dalam perusahaan, dalam hal ini adalah dalam pabrik yang
memproduksi fuel grade ethanol.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian, Konsep Kualitas dan Kepuasan
Pelanggan
Kualitas produk
sering diartikan dengan tingkat kesesuaian guna (fitness for use) atau tingkat pemakai namun pengertian tersebut
jelas menunjukkan evaluasi subyektif dari konsumen (Marimin, 2004). Definisi kualitas menurut American Society for Quality Control dalam
Kotler (1997) adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau
pelayanan yang berpengaruh dalam kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat. Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif
kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas
kesesuaian.
Definisi pelanggan adalah orang yang paling penting dalam satu lingkungan usaha
(Irawan, 2002). Secara tradisional pengertian kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan merupakan perbedaan antara harapan (expectation) dan persepsi atau kinerja yang dirasakan (perceived performance). Kottler (1997)
mendefinisikan kepuasan pelanggan adalah kepuasan atau kekecewaan yang
dirasakan oleh konsumen setelah membandingkan antara harapan dengan kenyataan yang
ada.
Dalam perspektif TQM, kualitas dipandang secara luas dimana tidak hanya
aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan
dan manusai (Tjiptono, 2002). Kualitas juga sangat berpengaruh terhadap kinerja
suatu organisasi atau perusahaan, terutama yang bergerak dibidang jasa.
2.2 Quality Function
Deployment (QFD)
Total Quality
Management merupakan sistem manajemen yang
mengikutsertakan seluruh anggota organisasi dalam menerapkan konsepsi dan
teknik kendali mutu untuk mendapatkan kepuasan pelanggan serta orang yang
mengerjakannya (Marimin, 2004). Salah
satu alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan TQM adalah Quality Function Deployment (QFD).
Menurut Yoji Akao (1966), QFD adalah metode yang digunakan
untuk merancang suatu proses produk atau jasa yang disesuaikan dengan keinginan
konsumen atau pelanggan (Voice of Customer atau VoC). Sedangkan menurut
Cohen (1995), metode QFD pada prinsipnya adalah usaha yang dilakukan untuk
menetrjemahkan apa yang menjadi keinginan konsumen menjadi apa yang dihasilkan
perusahaan
Penerapan QFD menurut Tjiptono
dan Anastasia (2000) akan dapat mengurangi wakru desain sebesar 40% dan biaya
desain sebesar 60% secara bersamaan dengan dipertahankan dan ditingkatkannya
kualitas desain. QFD berperan besar dalam meningkatkan kerjaama tim
interfungsional yang terdiri dari anggota-anggota departemen pemasaran, riset
dan pengembangan, pemanufakturan, dan penjulan dalam berfokus pada pengembangan
produk. Selain itu ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari QFD oleh
perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melalui perbaikan kualitas
dan produktifitas secara berkesinambungan.
Tahapan penggunaan QFD menurut Subagyo (2000) adalah
sebagai berikut :
·
Mengidentifikasi kemauan
pelanggan. Dalam hal ini pelanggan atau konsumen ditanya mengenai sifat yang
diinginkan dari suatu produk.
· Mempelajari ketentuan teknis dalam
menghasilkan barang atau jasa. Hal ini didasarkan daya yang tersedia, aktivitas
dan sarana yang digunakan dalam menghasilkan barang dan jasa dalam rangka
menentukan kualitas pemenuhan kebutuhan pelanggan.
· Hubungan antara keinginan pelangan dan
ketentuan teknis. Hubungan ini dapat berpengaruh kuat, sedang atau lemah.
Setiap aspek dari konsumen dieri bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap
kualitas produk.
· Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini
membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing. Nilai yang digunakan untuk kinerja terbaik nilainya lima dan untuk
kinerja terburuk nilainya satu.
· Evaluasi pelanggan untuk membandingka
pendapat pelanggan tentang kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan
dengan produk pesaing. Nilai yang digunakan antara satu sampai lima, kemudian
diuat rasio antara target dengan kualitas setiap kategori.
· Trade off untuk memberikan penilaian pengaruh antar
aktivitas atau sarana yang satu dengan yang lain.
Bentuk yang paling dikenal dari
representasi QFD adalah matriks House of
Quality. Bentuk umum dari matriks HOQ menurut
Gaspersz (2001) terdiri dari enam komponen utama, yaitu :
1.
Voice of Costumer (WHATs), berupa daftar
persyaratan terstruktur yang berasal dari persyaratan konsumen.
- Technical Response (HOWs), berupa daftar karakteristik produk terstruktur yang relevan
dengan persyaratan konsumen dan terukur.
- Relationship Matrix, matriks ini menggambarkan persepsi tim QFD mengenai keterkaitan
antara technical dan costumer requirement.
Skala yang cocok diterapkan dan
digambarkan dengan menggunakan simbol sebagai berikut :
= melambangkan hubungan lemah
- Planning Matrix (WHYs), menggambarkan persepsi konsumen yang diamati dalam survei
pasar, kepentingan relatif dari persyaratan konsumen, perusahaan, kinerja
perusahaan dan pesaing dalam memenuhi persyaratan tersebut.
- Technical Correlattion (ROOF) Matrix, teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi dimana technical requirement saling mendukung atau saling mengganggu satu dengan yang lainnya di dalam desain produk. Matriks ini dapat mengetengahkan kesempatan untuk inovasi.
- Technical Priorities, Benchmark and Targets, digunakan untuk mencatat prioritas yang ada pada matriks technical requirement, mengukur kinerja teknik yang diperoleh oleh produk pesaing dan tingkat kesulitan yang timbul dalam mengembangkan requirement.
Kebutuhan
konsumen
|
Hubungan
keterkaitan
|
Matriks rencana (riset pasar
dan perencanaan strategik)
|
Matriks
teknis (prioritas tanggapan teknis, target tekniks, benchmarking
|
Tanggapan
teknis
|
Hubungan
Teknis
|
Gambar 2.1. Matriks rumah kualitas (Gaspersz, 2001)
Langkah-langkah dalam mempersiapkan pelaksanaan
rumah kualitas yaitu :
1.
Menentukan karakteristik barang
atau jasa
Karakteristik produk yang dimaksud adalah
karakteristik produk yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumen.
- Mengadakan
penilaian atas karakteristik produk yang telah ditetapkan pada langkah
pertama.
Penilaian tersebut digunakan untuk
menerjemahkan keinginan konsumen menjadi rangkaian proses produk.
- Menetukan variabel performasi para pemasok.
Pemasok yang dimaksud adalah pemasok bahan baku bagi perusahaan. Selain variabel performasi produk, variabel
performasi perusahaan juga perlu ditentukan.
- Mengadakan
penilaian terhadap performansi pemasok maupun perusahaan.
Penilaian terhadap kekuatan atau kelemahan
yang dimiliki dan apa yang dapat diandalkan dari para pemasok perusahaan.
- Menetukan
hubungan antar variabel-variabel performasi.
- Menyusun
target performasi yang akan dicapai.
2.3 Statistical Process Control (SPC)
Menurut Gasperz (1998) pengendalian proses secara statistik
adalah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk
menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistik dalam memantau dan meningkatkan
performansi proses untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Pengendalian
proses secara statistik merupakan suatu metodologi pengumpulan dan analisis
data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang
menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri untuk meningkatkan
kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Deming (2001) mengemukakan bahwa pengendalian proses secara
statistik adalah alat yang digunakan industri dan bisnis untuk mencapai mutu
yang diinginkan dari suatu produk dan jasa. Pengendalian proses statistik
memonitor proses produksi untuk mencegah kualitas yang kurang baik. Tujuan
utama pengendalian mutu statistik adalah pengurangan variabilitas yang
sistematis dalam karakteristik kualitas kunci produk itu. Pengertian kualitas
dalam konteks pengendalian proses statistik adalah bagaimana baiknya suatu
output (barang/jasa) itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan
oleh bagian desain dari suatu perusahaan (Gasperz, 2001).
Terdapat dua macam tipe data untuk dianalisis secara
statistik, yaitu data atribut dan data variabel. Data atribut bersifat
kualitatif-subjektif. Pada data variabel yang bersifat kuantitatif-objektif,
karakteristik produk yang dinilai dapat diukur misalnya, panjang, berat,
tinggi, waktu kecepatan dan lain-lain.
Grafik pengendali adalah suatu prosedur
pengendalian proses statistik pada jalur yang paling sederhana. Tiga penggunaan
pokok grafik kendali :
1. Pemantauan dan pengawasan suatu proses
2.
Pengurangan variabilitas proses
3.
Penaksiran parameter produk atau proses
Ada tujuh alat statistik utama yang
dapat digunakan dalam pengendalian kualitas menggunakan SPC, yaitu:
1.
Diagram Sebab Akibat
Diagram ini digunakan untuk menemukan sumber-sumber
persoalan dan solusinya. Nama lain dari diagram sebab-akibat adalah diagram
tulang ikan (fish bone diagram) orang
juga banyak menyebutnya dengan ishikawa diagram.
2.
Check Sheet
3. Diagram Pareto
4. Diagram Skater
5. Stratifikasi
6. Histogram
7.
Run Chart dan Control Chart
BAB III
PENERAPAN QFD DAN SFC
3.1 Penerapan QFD
PT. A adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan FGE
(Fuel Grade Ethanol) dengan beberapa
competitor utama yang
bergerak di bidang yang sama yaitu PT. B dan PT. C. Penentuan bobot
hubungan kepuasan konsumen dengan proses pembuatan FGE ini menggunakan beberapa symbol
sebagai berikut:
=
hubungan lemah nilai 1
Dari hasil wawancara dengan beberapa
orang konsumen ahli diperoleh lima atribut yang menjadi prioritas dalam menentukan
kualitas FGE yaitu kemurnian, tampakan, kadar Cu, kadar gum dan pHe. Atribut
kualitas tersebut selanjutnya digunakan dalam penyusunan kuesioner yang
membandingkan atribut-atribut tersebut yang menjadi prioritas utama.
Harapan Pelanggan
|
Tampakan
|
Kadar
Cu
|
Kemurnian
|
Kadar
gum
|
pHe
|
Gambar 3.1 Harapan Pelanggan
Selanjutnya untuk melihat
posisi kekuatan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan pesaing maka
diperlukan komponen dari setiap proses produksi. Penilaian setiap tahapan dari
proses produksi antara 1-5. Pengisian matriks dalam menentukan rasio
perbandingan ini menggunakan pakar yang memiliki keahlian dibidang industri FGE. Proses produksi
pembuatan FGE ini terdiri dari:
1. Pretreatment bahan baku
2. Liquifikasi
3. Sakarifikasi
4. SSF
5. Distilasi
6. Dehidrasi
Setelah
menentukan semua komponen diatas maka akan didapatkan informasi tentang posisi
perusahaan terhadap perusahaan pesaing, mengetahui tentang kepuasan konsumen terhadap
produk yang kita keluarkan, mengetahui prioritas utama dalam memperbaiki proses
produksi dan mengetahui apakah target dari perusahaan tercapai atau tidak.
Untuk memudahkan manajer dalam mengambil keputusan tersebut maka dibuatlah
gambar rumah kualitas. Rumah kualitas FGE PT. A dapat dilihat pada gambar 3.2.
|
Bobot konversi
|
Pretreatment bahan
baku
|
Liquifikasi
|
Sakarifikasi
|
SSF
|
Pemisahan serat dan
Distilasi
|
Dehidrasi
|
PT. A
|
PT. B
|
PT. C
|
Target
Rasio
|
|
Harapan Pelanggan
|
Kemurnian
|
5
|
∆
|
∆
|
○
|
○
|
●
|
●
|
4
|
5
|
5
|
5:1,25
|
Tampakan
|
2
|
●
|
∆
|
∆
|
∆
|
●
|
∆
|
5
|
5
|
5
|
5:1
|
|
Kadar Cu
|
3
|
○
|
∆
|
∆
|
∆
|
○
|
∆
|
4
|
4
|
4
|
5:1,25
|
|
Kadar gum
|
3
|
○
|
○
|
∆
|
∆
|
○
|
∆
|
4
|
5
|
4
|
5:1,25
|
|
pHe
|
4
|
∆
|
○
|
●
|
●
|
○
|
∆
|
4
|
5
|
5
|
5:1,25
|
|
PT. A
|
5
|
5
|
4
|
4
|
4
|
4
|
||||||
PT. B
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
||||||
PT. C
|
5
|
4
|
5
|
5
|
4
|
4
|
||||||
Nilai (Tingkat Kepentingan)
|
59
|
45
|
73
|
73
|
120
|
62
|
||||||
Nilai Relatif
|
0,14
|
0,10
|
0,17
|
0,17
|
0,27
|
0,15
|
|
|
++
|
+
|
+
|
|
+
|
|
+
|
++
|
+
|
++
|
++ ++
Gambar 3.2 Rumah Kualitas FGE PT. A
3.2 Pembahasan
Berdasarkan analisis rumah
kualitas FGE menunjukan bahwa PT. A memiliki posisi yang cukup dapat bersaing dengan kompetitor yaitu PT. B dan PT. C. Posisi perusahaan dapat bersaing
dari segi tampakan dan kadar Cu, walaupun untuk kadar Cu masih dibawah target
yang ingin dicapai. Sedangkan untuk kemurnian, kadar gum, dan pHe, PT. X masih
harus meningkatkan kualitasnya untuk mencapai target yang diinginkan. Nilai
ratio diatas angka satu merupakan keadaan yang tidak baik karena perusahaan
tidak bisa mencapai target yang diharapkan.
Dari hubungan antara
setiap proses maka didapatkan bahwa ada beberapa proses yang mempunyai hubungan
positif (++, +) dengan proses lainnya. Dapat dilihat pada tabel proses
pembuatan FGE ini memiliki tingkat keterkaitan antar proses yang positif dengan
tingkat hubungan yang semakin kuat pada proses yang beriringan.
Pada dasarnya perusahaan
harus menentukan proritas dalam memperbaiki
proses produksi karena perusahaan selalu memiliki keterbatasan dana.
Perusahaan harus bisa memperbaiki proses yang memiliki dampak terbesar bagi
perusahaan dan ini bisa dilihat dari rumah kualitas. Bila dilihat dari proses
produksi PT. A maka proses yang menjadi faktor kunci
perusahaan untuk diperbaiki adalah proses pemisahan serat dan distilasi karena
proses mempunyai nilai kepentingan tertinggi yaitu 120 (0,27). Permasalahan
pada proses ini dapat berupa permasalahan pada tenaga kerja atau peralatan
seperti kondisi operasi yang kurang tepat.
3.3 Penerapan SPC
Faktor terpenting bagi pelanggan untuk FGE
adalah kemurniannya. Proses pemisahan serat dan distilasi sangat mempengaruhi kemurnian
FGE yang dihasilkan. Bila proses pemisahan
serat dan distilasi ini kurang maksimal maka akan mempengaruhi kualitas FGE
yang dihasilkan terutama kemurniannya.
Pemantauan proses khususnya proses
distilasi perlu dilakukan untuk mengetahui dengan cepat terjadinya kesalahan
proses sehingga tindakan koreksi dapat dilakukan sebelum terlalu banyak FGE
dihasilkan tidak sesuai spesifikasi. Salah satu pemantauan proses dilakukan
adalah pemantauan kondisi operasi proses. Kondisi operasi proses distilasi
seperti tekanan dan suhu adalah sangat penting karena itulah inti dari proses
distilasi. Suhu operasi pada proses distilasi ini dijaga sekitar 82,5o
C. Hasil pengukuran suhu pada proses distilasi ini akan dianalisa dengan
menggunakan bagan kendali X-bar dan R.
Bagan kendali merupakan grafik garis yang
mencantumkan batas maksimum dan minimum yang merupakan daerah batas
pengendalian. Bagan ini menunjukan perubahan data dari waktu ke waktu tetapi
tidak menunjukan penyebab munculnya penyimpangan. Bagan ini memberikan tanda
atau aba-aba kepada kita tentang terjadinya penyimpangan dalam proses.
Data yang digunakan untuk adalah data suhu selama 7 hari produksi. Data
tersebut akan dianalisa menggunakan bagan kendali X-bar dan R dengan 5 sub grup.
Data hasil pengamatan suhu dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 3.1. Pengamatan Suhu
Hari
|
Waktu Pengamatan
|
Mean
|
R
|
||||
08.00
|
10.00
|
12.00
|
14.00
|
16.00
|
|||
1
|
82,7
|
82,7
|
82,8
|
82,8
|
82,7
|
82,74
|
0,1
|
2
|
82,6
|
82,6
|
82,6
|
82,7
|
82,6
|
82,62
|
0,1
|
3
|
81,7
|
81,7
|
81,8
|
81,9
|
81,8
|
81,78
|
0,2
|
4
|
81,3
|
81,7
|
82,3
|
82,6
|
82,0
|
81,98
|
1,3
|
5
|
81,8
|
81,9
|
82,5
|
82,5
|
82,5
|
82,24
|
0,7
|
6
|
82,9
|
83,0
|
83,3
|
83,5
|
83,4
|
83,22
|
0,6
|
7
|
83,3
|
83,3
|
83,7
|
83,7
|
83,5
|
83,50
|
0,4
|
8
|
82,5
|
82,6
|
82,6
|
82,7
|
82,5
|
82,58
|
0,2
|
9
|
82,3
|
82,4
|
82,3
|
82,4
|
82,3
|
82,34
|
0,1
|
10
|
81,9
|
82,0
|
82,0
|
82,1
|
82,0
|
82,00
|
0,2
|
|
|
|
|
|
|
825,00
|
3,9
|
|
|
|
|
|
Double mean
|
82,5
|
0,39
|
Peta kendali R dengan Z=3
Gambar 3.3. Grafik Kendali R untuk Proses Distilasi
Berdasarkan grafik kendali R pada gambar
4.3, terlihat bahwa suhu distilasi mempunyai masalah karena banyak dari range
tersebut yang berada dibawah nilai tengah dan ada 1 nilai yang berada diluar
batas kendali atas (UCL). Pola data yang dihasilkan menunjukan kecenderungan
adanya masalah dalam kondisi proses ini karena bila dilihat dari hasil
pengamatan diketahui bahwa TC tidak dapat menjaga suhu di 82,5oC. Berdasarkan grafik ini maka manajer harus
melakukan pemeriksaan pada alat distilasi khususnya
temperatur kontrol.
Setelah perusahaan melakukan analisa dengan grafik kendali
R chart maka komponen selanjutnya adalah melakukan uji menggunakan grafik
kendali mean chart. Tabel mean chart dapat dilihat pada tabel 3.1. Penentuan batas bawah
(LCL) dan batas atas (UCL) pada mean chart ini menggunakan 3 sigma (control
longgar). Penentuan batas ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.4. Grafik Kendali X untuk Proses Distilasi
Dari grafik kendali X-bar dapat diketahui pada proses distilasi
terdapat masalah karena banyak data suhu yang berada diluar batas bawah (LCL) maupun
batas atas (UCL) pada batas 3-sigma. Dari kedua grafik dapat diketahui bahwa
masalah yang terjadi pada proses distilasi adalah ketidakkonsistenan suhu
sesuai suhu optimal yang diharapkan
sehingga dapat diketahui tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan
pemeriksaan pada alat distilasi.
Salah satunya adalah
pemeriksaan temperatur kontrol apakah masih pada kondisi yang layak guna.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
1.
Hasil pengukuran harapan pelanggan
berdasarkan pendapat konsumen ahli terhadap FGE menunjukkan lima atribut utama
yang diperhatikan dalam pengkonsumsian produk yaitu kemurnian, kadar Cu, kadar
gum, tampakan, dan pHe.
2.
Produk FGE yang dihasilkan PT. A memiliki kualitas yang
dapat bersaing. Dari perhitungan didapat bahwa hanya nilai rasio dari tampakan yang sesuai dengan target, sedangkan yang
lainnya perlu peningkatan kualitas agar sesuai dengan target.
3.
Proses produksi yang harus menjadi pusat perhatian PT. A adalah proses distilasi, proses ini memiliki nilai kepentingan
tertinggi dibandingkan dengan proses-proses produksi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
BPPT, Kajian Lengkap Prospek
Pemanfaatan Biodiesel dan Bioethanol pada Sektor Transportasi di Indonesia. 2005.
Gaspersz, Vincent. 2001. Manajemen Bisnis Total
dalam Era Globalisasi. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi
Milenium. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Marimin, Prof. Dr. Ir. 2008. Pengambilan
Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo.
Pyzdek, T. 2001. The Sig Sigma Handbook : A
Complate Guide for Greenbelts, lackbelts, and Mangers at all Level. New
York: McGraw-Hill, Inc.
Tjiptono, F dan
Anastasia, D. 2000. Total Quality Management. Edisi Kelima. Yogyakarta: Andi.
0 comments:
Post a Comment