WHAT'S NEW?
Loading...

ETIKA DAN KOMUNIKASI KERJA DALAM PERUSAHAAN : STUDI KASUS MANAJEMEN PROYEK VERIFIKASI EKSPOR SBU TRADE SUPPORT SERVICES PT. X


ABSTRAK

Komunikasi dan etika bisnis merupakan permasalahan yang jamak terjadi dalam interaksi organisasi. Keduanya menjadi hal yang krusial dalam internal perusahaan karena berdampak secara langsung terhadap kenyamanan dan kinerja karyawan. Dilihat dari aspek eksternal, komunikasi dan etika bisnis sangat menentukan dalam membangun image perusahaan, khusunya industry yang erat kaitannya dengan jasa

Permasalahan komunikasi umumnya terjadi karena tidak adanya proses komunikasi yang efektif sedangkan permasalahan etika terjadi karena personal perorangan atau budaya lingkungan sekitar seperti perusahaan, wilayah, dan negara.

Kasus yang dibahas dalam makalah ini adalah proses interaksi komunikasi dan etika bisnis di salah satu Manajemen Proyek PT. X, yaitu Manajemen Proyek Verifikasi Ekspor (MPVE). Proses komunikasi yang buruk antara Direksi, W sebagai calon Kepala Proyek MPVE, Y dan H sebagai Kepala Proyek MPVE terpilih menunjukkan contoh dari penerapan komunikasi dan etika bisnis yang buruk.

Dampak langsung dari tidak berjalannya komunikasi dan etika bisnis yang baik dalam MPVE menyebabkan menurunnya kinerja MPVE sebagai salah satu kegiatan andalan PT. X

Kata kunci : Komunikasi, etika, PT. X,

ABSTRACT

Communication and business ethics are common problems occurred during the interaction of the organization. Both became crucial in internal organization as a direct impact on comfort and employee performance. Viewed from the external aspects, communication and ethics business is crucial in building the company image, especially in service based industry. Communication problems generally occur due to the lack of effective communication and the ethical problems occur because personal individual or cultural environment such as a company, region, and country.

Cases discussed in this paper is the process of communication interaction and business ethics at one of Project Management PT. Surveyor Indonesia, Project Management of Export Verification (MPVE). Bad communication process between the Board of Directors, W as a candidate for head of Project MPVE, Y and H as Chief Project selected MPVE, shows examples of the application of bad communication and business ethics. The immediate impact of no communication and operation of business ethics both in MPVE cause decreased performance as one of MPVE mainstay activity of PT. Surveyor Indonesia

Keyword : communication, ethics, PT. X

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
“Komunikasi akan Efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan merangsang pihak lain untuk berpikir atau melakukan sesuatu”. Penggalan kalimat tersebut dapat memberikan gambaran bagi tiap pelaku bisnis pentingnya sebuah komunikasi. Tanpa proses komunikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat memberikan hal-hal baru, berupa percepatan proses bisnis, terselesaikannya pekerjaan hingga terbukanya peluang baru.

Seringkali proses komunikasi menjadi hal yang terlupakan oleh tiap level dalam suatu organisasi atau perusahaan. Atasan yang mendikte, bawahan yang tidak mau bertanya atau marketing yang tidak menyerap keinginan klien. Secara massif proses komunikasi menjadi suatu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan dalam proses interaksi apapun. Tanpa komunikasi yang baik, pekerjaan akan terhambat, tidak sesuai dengan permintaan maupun level yang lebih parah, tidak ada pekerjaan sama sekali.

Permasalahan komunikasi juga umumnya terjadi karena tidak adanya proses komunikasi yang efektif. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikasi diantaranya adalah (1) Kredibilitas dan daya tarik komunikator,(2) Kemampuan pesan untuk membangkitkan tanggapan, (3) Kemampuan komunikan untuk menerima dan memahami pesan.

Selain proses komunikasi, hal penting lainnya dalam proses bisnis internal perusahaan adalah etika bisnis. Secara umum etika bisnis di perusahaan dapat dibagi menjadi dua bagian umum, yaitu etika bisnis di internal dan eksternal. Etika bisnis internal merupakan sikap dan tata cara bersikap dalam mengahadapi rekan kerja dalam satu lingkup organisasi sedangkan etika bisnis eksternal lebih menekankan pada hubungan dengan rekan kerja berbeda organisasi atau perusahaan.

Etika dapat diartikan sebagai falsafah moral sebagai pedoman cara hidup yang benar dilihat dari sisi pandang agama, norma sosial dan budaya. Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat berupa beberapa hal, seperti penampilan karyawan yang santun dan rapi; memberikan layanan yang baik bagi pelanggan; dan taat asas dalam bernegoisasi. Dampak penerapan etika yang baik terlihat pada tata cara berinteraksi karyawan atau anggota organisasi antara sesamanya (internal) dan interaksi antara klien atau pelanggan (eksternal)

Kedua aspek tersebut memegang peranan penting dalam proses bisnis perusahaan. Komunikasi yang efektif memberikan solusi dan peluang bagi perusahaan sedangkan etika bisnis yang baik memberikan image yang baik pula bagi perusahaan. Berikut ini akan disajikan studi kasus penerapan etika dan komunikasi yang baik di PT. X sebagai salah satu perusahaan BUMN dengan basis pekerjaan jasa dan konsultasi, khususnya bidang inspeksi dan verifikasi

1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis penerapan proses komunikasi dan penerapan etika bisnis di PT. X

BAB II. KERANGKA PEMIKIRAN

2.1.Landasan Teori

2.1.1.Etika dan Moralitas

Moralitas

Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.

Etika

Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus etika adalah “kajian moralitas”. Akan tetapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.

Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek. Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit.

Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat (Berteens, 2000)

Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi (Siagiaan, 1996)

Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat.

Sonny Keraf (1998) menjelaskan, bahwa prinsip etika bisnis sebagai berikut;

  • Prinsip otonomi; adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

  • Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

  • Prinsip keadilan; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.

  • Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.

  • Prinsip integritas moral; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau karyawan maupun perusahaannya.




2.1.2 Komunikasi

Definisi

Carl I. Hovland dalam Hadi (2007) mendefinisikan komunikasi dalam sebagai upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian serta pembentukan pendapat dan sikap. Obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude).

Dalam definisi yang lain disebutkan komunikasi sebagai sesuatu hal dasar yang selalu dibutuhkan dan dilakukan oleh setiap insan manusia, karena berkomunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia untuk memperoleh kesepakatan dan kesepahaman yang dibangun untuk mencapai suatu tujuan yang maksimal diantara kedua nya. Untuk mencapai usaha dalam berkomunikasi secara efektif, maka sebaiknya kita harus mengetahui sejumlah pemahaman dan persoalan yang terjadi dalam proses berkomunikasi itu sendiri.

Proses Komunikasi

Secara umum proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu primer dan sekunder

Proses Komunikasi secara primer

Proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang [symbol] sebagai media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya. Aspek yang paling banyak digunakan adalah bahasa, karena mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain berupa ide, informasi atau opini. Bahasa memegang peranan paling penting dalam proses komunikasi primer. Aspek yang paling penting dalam bahasa adalah pemilihan kata. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian :

Denotatif, arti sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning)

Konotatif, arti emosional atau mengandung penilaian tertentu atau kiasan (emotional or evaluate meaning)

Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikasi sekunder dapat berupa, surat, telepon, fax, koran, majalah, radio, TV, film, e-mail, internet, dan sebagainya. Perkembangan budaya masyarakat yang sangat cepat telah membawa perubahan pada metode komunikasi. Saat ini media sekunder banyak digunakan sebagai media utama dalam melakukan komunikasi yang efektif bagi massa secara luas. Contohnya adalah penggunaan internet dalam kampanye Obama dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemili. Kasus Prita Mulyasari juga menjadi streotipe yang sangat baik tentang bagaimana implikasi media dalam hal ini internet terhadap pengembangan image suatu perusahaan. RS Omni Internasional tercatat mengalami penurunan pelanggan akibat pemberitaan dan dukungan terhadap Prita Mulyasari.

Komunikasi Organisasi

Komunikasi Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Gambar di bawah ini melukiskan konsep suatu sistem komunikasi organisasi.

Garis yang putus putus melukiskan gagasan bahwa hubungan-hubungan ditentukan secara alami; hubungan hubungan itu juga menunjukkan bahwa struktur suatu organisasi bersifat luwes dan mungkin berubah sebagai respons terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan yang internal dan eksternal.

Komunikasi organisasi terjadi kapan pun, setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan.Fokus komunikasi organisasi adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi.

2.3 Kasus di PT. X

Sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki banyak divisi-divisi supporting, Strategic Business Unit (SBU), cabang-cabang, serta anak perusahaan, PT. X (PT. X) memiliki kejamakan ataupun keragaman di dalam hal interaksi internal maupun eksternal, ditambah lagi basis-basis pendapatan PT. X banyak didapatkan dari project-project yang dikerjakannya, sehingga semakin besarlah cakupan yang harus dilakukan oleh PT. X di dalam mengatur proses interaksi di dalam organisasinya. Hal tersebut disebabkan karena setiap project memiliki karakter-karakter yang berbeda-beda, dan apabila project tersebut tidak berlangsung dalam jangka waktu yang lama, banyak personil-personil baru yang diambil dari eksternal (pegawai kontrak dan outsourcing) dikombinasikan dengan pegawai-pegawai lama dan berpengalaman yang berada di PT. X.

Sebagai pelaksana teknis di tingkat dasar, dibentuklah suatu manajemen proyek (MP) dengan tujuan memfokuskan pelaksanaan pekerjaan. Salah satu manajemen Proyek yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Manajemen Projek Verifikasi Ekspor atau yang biasa dikenal dan disingkat di PT. X sebagai MP-VE. MP-VE sendiri berdiri di bawah naungan Strategic Business Unit Trade Support Services (SBU TSS), SBU TSS merupakan SBU yang baru hasil peleburan dari SBU Trade Finance and Services sebelumnya. Pada SBU ini, MP-VE merupakan salah satu projek yang diandalkan bukan hanya oleh SBU sendiri tetapi oleh korporat secara umumnya, dikarenakan MPVE merupakan projek long term atau jangka panjang dan projek yang memiliki potensi paling besar dalam menyumbangkan pendapatannya bagi korporat setiap tahun. Bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk terus mengembangkan pendapatannya setiap tahun.

MP-VE berdiri pada awal tahun 2007, setelah PT. X ditunjuk oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Perdagangan (Depdag) untuk melakukan verifikasi terhadap produk-produk tertentu sebelum diekspor, adapun produk-produk tertentu itu antara lain produk pertambangan yang tergolong pada bahan galian golongan C seperti marmer, granit, kaolin, batu apung, dan lain-lain. Selain itu PT. X juga ditunjuk oleh pemerintah untuk memverifikasi produk-produk kimia berbahaya sebelum diekspor, yang biasa disebut dengan Prekursor, yang terakhir masih di dalam waktu yang sama sekitar bulan Februari tahun 2007 tersebut, PT. X juga dipercaya untuk melakukan pemeriksaan/verifikasi terhadap produk timah batangan sebelum diekspor.

Pada awal didirikannya struktur organisasi MP-VE seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1, dipimpin oleh seorang Kepala MP yang membawahi 3 manajer yaitu manajer marketing, manajer operasi, dan manajer adum / keuangan. Dan di dalam pelaksanaan pekerjaannya dibantu oleh Koordinator Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) serta Administrasi Operasi (Adops). Untuk pekerjaan-pekerjaan di lapangan ataupun di daerah, masing-masing daerah dipimpin oleh seorang koordinator wilayah yang membawahi wilayah yang dicover olehnya.

Manajer operasi memiliki kekuasaan yang sangat kuat di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dan boleh dibilang secara tidak langsung adalah vice president daripada Kepala MP. Dan kebetulan, Kepala MP pada saat itu yaitu Y memberikan mandat yang cukup besar kepada W sebagai kepala/manajer operasi sekaligus melaksanakan tugas harian Kepala MP. Karena memang pada saat itu oleh Direksi sebenarnya yang ingin diangkat adalah W, tetapi dikarenakan berbagai macam pertimbangan Direksi akhirnya mengangkat Y sebagai kepala MP. Namun hal ini menimbulkan dillema, karena Y juga merangkap jabatan sebagai kepala sektor perdagangan saat itu, pada saat masih tergabung dalam SBU TFS. Sehingga hal tersebut membuat dia melampiaskan tugas kesehariannya kepada W.

Tetapi disini timbul pertanyaan dan masalah, dikarenakan jabatan yang dirangkap oleh Y tersebut, W memanfaatkan momentum tersebut untuk membuat move-move yang tidak sehat terkait kinerja MP-VE, ini terkait karena dia merasa ada persaingan dengan Y, yang harusnya dia diangkat menjadi kepala MP tetapi hanya menjadi manajer operasi. Hal tersebut menjadikan internal organization dalam MP-VE menjadi kurang sehat. Namun seiring berjalannya waktu, dengan dileburnya SBU TFS menjadi SBU TSS dan SBU ISS, maka Y terpilih menjadi General Manager untuk SBU TSS, yang mau tidak mau dia harus memberikan jabatan Kepala MP-VE kepada orang lain, dikarenakan tidak memungkinkannya lagi rangkap jabatan yang dilakukannya. Tetapi terlihat suksesi ini agak dipaksakan, karena sepanjang W menjadi manajer operasi, memang dia mengunci pekerjaan MP-VE menjadi sangat tertutup dan sulit dimasuki oleh pihak diluar dari organisasi tersebut.

Direksi dalam perjalanannya mengambil keputusan untuk tidak mengangkat W menjadi kepala MP, dan kemudian lebih memilih seseorang dari luar MP-VE untuk menjadi Kepalanya yaitu bekas Kepala Cabang PT. X di Pekanbaru, H. Dan kemudian Direksi membuat satu jabatan baru di atas Kepala MP yaitu Steering Commitee (SC), yang diduduki oleh Y dan W. Namun, dalam pelaksanaannya W tetap saja tidak puas karena jabatan tersebut dianggapnya hambar, karena tidak memiliki power di dalam pekerjaan keseharian MP-VE, hanya dianggap sebagai dewan penasihat saja. Kemudian dengan politiknya di kantor, dia membuat move-move terhadap Kepala MP yang baru dengan mosi-mosi tidak percaya, mempengaruhi anggota lainnya, serta cenderung “menggerecoki” ataupun merusak tatanan yang sudah ada, karena memang seperti yang telah dikatakan sebelumnya, pada saat menjadi kepala operasi dia melakukan kegiatan-kegiatan tertutup ataupun “mengunci” kepada pihak luar, sehingga yang banyak mengetahui MP-VE hanyalah dia.

Hal tersebut membuat kepala MP yang baru menjadi geram dan tidak kerasan ataupun tidak betah pada posisinya saat itu, dan memang hal tersebut yang diharapkan oleh W terjadi kepada H. Dan akhirnya, H mengundurkan diri sebagai kepala MP-VE disamping dia terpilih menjadi ketua serikat pekerja di PT. X, dan seperti yang bisa diduga sebelumnya, W akhirnya diangkat menjadi kepala MP-VE, dikarenakan tidak adanya lagi pilihan bagi Direksi. Hal ini menjadikan banyak kejadian-kejadian yang tidak sehat di dalam organisasi yang dipimpinnya itu. Hingga saat ini organisasi MP-VE dianggap lama perkembangannya di dalam mengembangkan jaringan market dan bisnisnya, tidak seperti yang direncanakan sebelumnya, padahal MP-VE sebagai sebuah Project Management memiliki potensi di dalam mengembangkan pasarnya serta pendapatan bagi PT. X.

BAB III. ULASAN TEMUAN

Terdapat beberapa permasalahan penting dalam proses komunikasi di internal perusahaan. Permasalahan pertama adalah kurangnya proses komunikasi dari Direksi terhadap W selaku pihak yang paling mengerti dan merasa paling cocok untuk posisi Kepala MPVE. Direksi dalam pertimbangannya memandang W belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan sebagai seorang Kepala MPVE karena beberapa hal sehingga dalam perjalanannya, Direksi menunjuk W dan H sebagai Kepala MPVE.

Permasalahan terjadi karena Direksi tidak menjelaskan secara jelas kompetensi dan persyaratan yang diperlukan bagi karyawan yang menduduki jabatan Kepala MPVE. Ketidakjelasan tersbut pada akhirnya berdampak pada anggapan bahwa Direksi “pilih kasih” terhadap Y dan H. Pada kenyataannya, Direksi menilai bahwa kompetensi Kepala MP VE belum dimiliki oleh W. Jika keputusan tersebut dapat dikomunikasikan dengan baik serta dilengkapi dengan data yang terukur seperti analisis jabatan, evaluasi jabatan, dan assessment yang independen, W mungkin dapat menerima keputusan Direksi.

Etika bisnis yang baik juga seharusnya tidak membenarkan perbuatan Direksi tersebut. Sikap membatasi informasi tentang keputusan yang diambil menyebabkan pihak-pihak tertentu tidak suka. Seharusnya Direksi sebagai pihak yang memiliki posisi lebih tinggi, dapat memberikan kenyamanan bagi bawahannya. Etika bisnis tidak selalu bersifat antara anggota dalam satu level (horizontal), tetapi juga bersifat atasan dan bawahan (vertical). Penghargaan dan apresiasi dapat menunjukkan etika bisnis yang baik dari atasan kepada bawahannya.

Permasalahan lainnya adalah sikap tidak dapat menerima W terhadap keputusan Direksi. Sikap tersebut kemudian diperparah dengan adanya move-move yang tidak sehat dalam menjatuhkan kredibilitas atasannya, yaitu Y dan H. Langkah yang diambil oleh W yang merasa mampu dan kredibel sebagai Kepala MP di tunjukkan dengan melakukan penahanan informasi bagi pihak luar sehingga pada akhirnya berdampak pada kinerja MPVE secara keseluruhan. Tanda-tanda buruknya organisasi mulai terlihat seperti mulai terlalu banyaknya pegawai sebagai langkah untuk memperkuat pengaruh dan power W dengan cara memasukkan “orang-orangnya” ke dalam MP-VE, sehingga memperbesar jumlah karyawan. Kemudian dikarenakan berbagai kepentingan di internal tersebut mulai terlihat adanya toleransi terhadap ketidakkompetenan beberapa stafnya. Informasi tentang MP-VE menyebabkan prosedur-prosedur administrasi menjadi berbelit, karena segala hal harus diketahui oleh W.

Komunikasi yang dijalin baik kepada pihak internal terutama pihak eksternal semakin tidak efektif. Dalam hal struktur organisasi juga tidak mengalami perkembangan ataupun perubahan ke arah yang lebih baik karena menghindari terjadinya perubahan kekuasaan. Cenderung kepemimpinannya menyalahkan bawahan ataupun staf-stafnya, bahkan berburuk sangka kepada pihak eksternal secara berlebihan.

Dikarenakan sifat dan gaya kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan diatas, menjadikan W resistensi terhadap perubahan. Terlalu banyaknya intrik-intrik dan politik-politik kotor di dalam kegiatan ataupun caranya mendapatkan jabatan ataupun mempertahankannya. Dengan membuat komunitas baru yang dia percaya, kepentingan-kepentingan kelompok tertentu menjadi mencuat, contohnya dengan W banyak memasukkan lulusan dari universitas tertentu. Disebabkan seperti yang telah dijelaskan diatas resistensi terhadap perubahan kemudian komunikasi yang tidak efektif, struktur organisasi yang sudah usang menyebabkan inovasinya menjadi turun.

Tetapi sebenarnya secara kemampuan teknis W memiliki kemampuan yang cukup baik dan handal dikarenakan pengalaman dan jam terbangnya. Tetapi kepemimpinan tidak hanya membutuhkan kepintaran dalam hal ini skill dan knowledge, tapi membutuhkan sebuah wisdom.

Dilihat dari sisi etika bisnis, perlakuan W terhadap pihak luar tidak dapat diterima. Seharusnya W dapat menerima keputusan yang telah diberikan oleh Direksi dan membiarkan pihak luar (Y dan H) melakukan manajerial MPVE secara lebih terbuka. Seharusnya W lebih mengeksplor kemampuan manajerialnya dengan lebih baik dengan cara lain tanpa menghalangi kesempatan orang lain menjadi lebih baik.

Sikap resiten dan move-move tidak sehat yang dilakukan W juga tidak sepatutnya dilakukan. Organisasi yang baik seharusnya terbuka dan selalu menuju kearah yang lebih baik. Sikap yang ditunjukkan oleh W juga tidak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku di dunia kerja. Persaingan seharusnya dilakukan secara sehat dan terbuka, bukan dengan melakukan gerakan bawah tanah yang bertujuan menjatuhkan pihak-pihak lain. Tanpa disadari, gerakan bawah tanah W melalui move-move tidak sehat dan politik kotor telah menjatuhkan martabat dan anggapan orang lain terhadap dirinya.

BAB IV. KESIMPULAN

Etika dan komunikasi dalam suatu interaksi organisasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, baik secara internal organisasi maupun eksternal organisasi. Kedua aspek tersebut memegang peranan penting dalam proses bisnis perusahaan. Komunikasi yang efektif memberikan solusi dan peluang bagi perusahaan sedangkan etika bisnis yang baik memberikan image yang baik pula bagi perusahaan

Pada interaksi bisnis di internal PT.Surveyor Indonesia, terjadi konflik kepentingan yang berawal dari buruknya komunikasi organisasi serta tidak diterapkanya etika bisnis yang baik. Permasalahan berawal dari proses komunikasi bisnis Direksi yang kurang baik dalam menjelaskan alasan pengambilan keputusan di MPVE. Direksi tidak dapat memberikan pengertian kepada W tentang keputusan pengangkatan Y dan H sebagai Pimpinan MPVE. Hal tersebut menyebabkan W yang merasa lebih mampu menangani MPVE tidak suka dan melakukan pergerakan bawah tanah berupa move-move tidak sehat, politik kotor, dan resisten terhadap pihak luar.

Pribadi W sebagi bawahan pun tidak dapat dibenarkan. Sikap yang ditunjukkan menunjukkan buruknya pengendalian diri dan pada akhirnya terlihat pada buruknya komunikasi serta etika bisnis W. Sikap tidak mau berkoordinasi dengan orang lain, tertutup pada pihak luar, tidak percaya pada Direksi, mositidak percaya serta kesengajaan membuat orang lain tidak nyaman menunjukkan buruknya proses komunikasi dan etika bisnis yang diterpakan oleh W.

Komonikasi dan etika bisnis yang buruk akan berdampak tehadap kenyamanan karyawan lain dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Statement tersebut dibuktikan dengan kurang berkembangnya kinerja MPVE dibawah W.

Daftar Pustaka

Bertens, Keer. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius. Yogyakarta

Keraf, Sonny. 1998. Etika Bisnis : Tuntunan dan Relevansinya. Kanisius. Yogyakarta

Purwanto, Djoko. 2000. Komunikasi Bisnis. Cetakan Ketiga, Jakarta

Siagian, Sondang. 1996. Etika Bisnis. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

0 comments:

Post a Comment